Arsitektur tradisional ini disebut dengan rumah limas karena atapnya berbentuk limas. Rumah Limas adalah rumah panggung yang lantainya berundak (kekijing) dan atapnya berbentuk Limas. Bagian depan rumah Limas, pada sisi kanan dan kirinya, terdapat dua buah tangga yang jumlah anak tangganya selalu berjumlah ganjil. Di sebelah tangga tersebut, terdapat sebuah tempayan atau gentong berisi air untuk mencuci kaki. Tangga-tangga tersebut langsung menuju pintu masuk rumah. Namun jika di rumah tersebut terdapat jogan, sejenis beranda, maka tangga tidak langsung menuju pintu rumah tetapi langsung ke jogan. Jogan berfungsi sebagai penghubung dengan pintu rumah dan sebagai tempat istirahat pada siang dan malam hari. Di samping itu, jogan dipergunakan untuk menyimpan peralatan, tempat upacara untuk anak-anak, dan sebagai tempat untuk menyaksikan jika di dalam rumah terdapat kegiatan, khususnya acara kesenian.
Untuk sampai ke ruangan tengah, pada rumah Limas terdapat beberapa undakan (kekijing) yang pada sisi kanan dan kirinya terdapat sebuah jendela. Di antara kekijing tersebut terdapat beberapa penyekat seperti dinding yang dapat diangkat. Dinding pada kekijing yang dapat diangkat disebut kiyam. Khusus untuk kiyam yang selalu dibuka, kiyam yang digunakan berukuran kecil. Namun perlu diketahui bahwa, penyekat antara kekijing hanya terdapat pada kekijing pertama dan kekijing kedua saja sedangkan undakan berikutnya tidak. Tinggi lantai antar kekijing sekitar 30 cm sampai 40 cm. Pada hari-hari biasa, kekijing terakhir dipergunakan sebagai tempat tidur dan menyimpan barang-barang. Jika yang punya rumah mempunyai anak gadis yang sudah dewasa, maka kamar tersebut disebut kamar gadis. Jika anak tersebut kemudian menikah, maka kamar itu dijadikan kamar pengantin. Namun jika ada pelaksanaan upacara, maka kekijing mempunyai fungsi lain. Kekijing pertama dipergunakan oleh kaum kerabat dan para undangan yang muda-muda. Kekijing kedua ditempati oleh para undangan setengah baya. Sedangkan Kekijing ketiga dan keempat ditempati oleh para orang tua dan orang-orang yang dihormati.
Bagian belakang dari rumah Limas adalah dapur yang lantainya lebih rendah dari lantai rumah sekitar 30 cm sampai 40 cm. Namun ada juga dapur yang dibuat terpisah dari bangunan rumah. Jika dapur merupakan bangunan tersendiri, maka untuk masuk ke dapur harus menggunakan tangga. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat mempersiapkan dan menyimpan bahan-bahan untuk memasak. Di dapur terdapat tungku dari batu-batu yang diletakkan di atas lantai yang diberi lapisan tanah setebal 15 cm sampai 20 cm, alat-alat memasak, tempat mencuci peralatan yang kotor, dan sebagainya.
Salah satu ciri yang sangat mencolok dari tumah Limas adalah hiasan-hiasannya. Bentuk-bentuk hiasannya dalam rumah Limas ada tiga macam, yaitu hiasan berbentuk flora, hiasan berbentuk fauna, dan hiasan tentang alam. Namun yang paling banyak digunakan adalah hiasan berbentuk flora (tumbuh-tumbuhan). Ada banyak gambar jenis tumbuhan yang sering dijadikan hiasan, khususnya daun dan kembang. Pemilihan jenis tumbuhan yang akan digambarkan disesuaikan dengan tujuan pembuatannya. Hiasan berbentuk kembang Tanjung, misalnya, digunakan untuk tujuan mengucapkan selamat datang. Karena tujuannya seperti itu, maka hiasan kembang Tanjung biasanya diletakkan di atas pintu. Adapun warna yang paling banyak digunakan untuk hiasan rumah Limas adalah warna merah hati ayam dan warna kuning keemasan.
Masyarakat Palembang menyakini bahwa waktu yang terbaik untuk membangun rumah tempat tinggal adalah hari senin. Hari Senin dianggap sebagai hari yang paling baik karena pada hari tersebut Rasulullah Muhammad dilahirkan. Sedangkan tempat yang paling baik untuk mendirikan rumah adalah berada di sekitar sungai. Tujuannya adalah agar bagian belakang rumah dapat berbatasan langsung dengan sungai. Di samping itu, rumah Limas selalu diusahakan agar menghadap ke arah timur.
Rumah tradisional Limas sebagian besar terbuat dari kayu. Jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan rumah Limas adalah jenis kayu bermutu baik, misalnya: sebagai bahan tiang digunakan kayu jenis Petanang, Unglen, Besi dan Tembesu; dan untuk lantai dan dinding menggunakan kayu Merawan. Kayu-kayu tersebut relative mahal harganya apalagi ketika daerah setempat tidak bisa lagi menyediakan kayu-kayu tersebut sehingga harus didatangkan dari daerah lain seperti Jambi. Oleh karena itu mendirikan rumah limas tidak dapat dilakukan oleh semua orang karena harus memiliki kemampuan secara financial.
Pendirian rumah Limas berbentuk panggung merefleksikan beragam nilai yang hidup dalam masyarakat Palembang, diantaranya nilai budaya, religius dan sosial. Nilai-nilai tersebut merupakan pengejawantahan dari kearifan lokal masyarakat. Kearifan lokal merupakan pengetahuan masyarakat yang didapat dari membaca dan memahami fenomena alam dan sosial di daerah setempat.
Nilai budaya dalam pendirian rumah Limas dapat dilihat pada arsitekturnya yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari kayu. Bentuk rumah panggung dengan bahan-bahan kayu, nampaknya, sebagai penyikapan terhadap kondisi tanahnya yang berupa rawa-rawa sehingga selalu basah dan suhu udara yang panas. Dengan kondisi tanah yang basah dan lingkungan yang panas maka desain rumah berbentuk panggung merupakan suatu pemecahan yang tepat. Lantai yang tidak berada langsung di atas tanah memungkinkan bangunan tidak akan terendam ketika hujan atau air pasang sedang naik. Suhu lingkungan yang panas juga dapat diminilaisir dengan bentuk rumah yang cukup tinggi. Nilai budaya juga dapat dilihat dari penyiapan bahan untuk membangun rumah. Kayu yang akan digunakan dipilih yang mempunyai kualitas baik dan kemudian direndam dalam air yang mengalir sehingga kayu tersebut akan menjadi kuat.
Pemilihan lokasi di pinggir sungai nampaknya dipilih berdasarkan alasan kebersihan. Jika berdekatan dengan sungai maka sampah-sampah dapat segera dibuang ke sungai. Alasan kebersihan juga dapat dilihat dari peletakan gentong air di sebelah tangga masuk rumah. Arah rumah yang diusahakan mengahadap ke arah timur dengan jumlah ventilasi udara yang cukup banyak berkaitan dengan pertimbangan kesehatan, yaitu agar rumah menerima sinar matahari yang cukup banyak pada pagi hari dan sirkulasi udaranya lancar. Penggunaan gambar tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan warna cerah menunjukkan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan.
Nilai religius dalam pendirian rumah Limas dapat dilihat dalam pemilihan hari senin sebagai hari untuk memulai pembangunannya. Nilai ini juga dapat dilihat dalam ritual-ritual yang diadakan baik ketika mempersipakan pembangunan, pelaksanaan pembangunan ataupun ketika bangunan telah selesai dan hendak di tempat. Pelaksanaan ritual tersebut sangat berkaitan dengan keyakinan. Nilai religius juga dapat dilihat pada jumlah anak tangga yang selalu dalam hitungan ganjil. Mereka meyakini bahwa jumlah ganjil akan membawa keberkahan bagi yang menempatinya, dan apabila berjumlah genap maka keluarga yang menempati akan mengalami banyak kesulitan.
Nilai sosial dalam rumah Limas dapat dilihat pada keberadaan kekijing atau tingkatan teras rumah. Setiap kijing atau undakan menjadi simbol perbedaan garis keturunan asli masyarakat Palembang. Kijing (undakan) pertama merupakan teras paling rendah, merupakan tempat berkumpulnya golongan Kemas (Kms). Sedangkan kijing kedua, lebih tinggi dari kijing pertama merupakan tempat berkumpulnya para Kiagus (Kgs) dan Massagus (Mgs). Dan kijing ketiga merupakan tempat untuk golongan Raden dan keluarganya. Nuansa sosial dalam rumah Limas juga dapat dilihat dalam perayaan upacara. Tempat para undangan ditentukan oleh status sosial mereka, misalnya golongan pemuda berkumpul di kijing pertama, setengah baya berkumpul di kijing kedua, dan para orag tua serta orang yang dihormati lainnya berkumpul di kijing ketiga, sedangkan para kaum ibu berkumpul dibagian belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar